Tuesday, 13 November 2012

PERANG JAMAL (2/3) - BERMULANYA PERANG

Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpagePDF
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDigzWDyvUiqLk-7FUpizvErTSDrWdA6FA3K_3c0h21hbo-2MajwoLb0srZvJPPbrTmhWlc4t5KX6908tIzQKI_xMX4dZaDrWbl76_NeCLly6wh48Q73kcDUmOUMC9stN1i_QywLj1ujU/s1600/aac.jpg
Gambaran Perhimpunan Di Saat Sebelumnya Peperangan


Di antara fitnah yang terjadi setelah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ’anhu adalah terjadinya perang Jamal yang terkenal antara ‘Ali bin Abi Thalib dengan ‘Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair radliyallaahu ‘anhum. Kronologi peristiwa ini adalah ketika terbunuhnya ‘Utsman, maka orang-orang mendatangi ‘Ali di Madinah dimana mereka berkata kepadanya :
”Ulurkan tanganmu, kami akan berbaiat kepadamu”

Ali berkata : 
“Tunggu dulu, sampai orang-orang bermusyawarah”.

Maka sebagian di antara mereka berkata :
“Apabila orang-orang kembali ke negerinya masing-masing telah terbunuhnya ‘Utsman, sementara itu belum ada seorang pun yang menggantikan kedudukannya (sebagai khalifah), niscaya akan terjadi perselisihan dan kerusakan umat”.

Mereka terus-menerus memujuk ‘Ali agar mau menerima baiat, dan akhirnya ‘Ali pun menerimanya.

Di antara orang yang membaiatnya itu adalah Thalhah dan Az-Zubair radliyallaahu ‘anhuma. Kemudian, mereka berdua pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah ‘umrah, dan di sana mereka bertemu dengan ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa. Setelah membicarakan masalah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan, mereka pergi ke Bashrah untuk menuntut ‘Ali agar menyerahkan orang yang telah membunuh ‘Utsman; akan tetapi ‘Ali tidak memenuhi permintaan mereka.

Hal itu dikarenakan ‘Ali masih menunggu para wali dari keluarga ‘Utsman untuk menyelesaikan perkara kepadanya; yaitu, apabila telah dapat ditetapkan orang yang membunuh ‘Utsman, maka akan dijatuhkan hukum qishash padanya. Maka mereka pun (yaitu ‘Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair dengan ‘Ali radliyallaahu ‘anhum) berbeda pendapat dengan sebab ini. Sementara itu, orang-orang yang tertuduh sebagai pembunuh ‘Utsman – yaitu mereka yang menentang ‘Utsman – merasa khawatir bahwa ‘Ali, ‘Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair bersepakat untuk menghukum bunuh mereka. Maka mereka pun mengobarkan peperangan antara dua kelompok tadi.

Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mengkhabarkan ‘Ali bahwasannya antara dia dan ‘Aisyah akan timbul permasalahan.

Dalam sebuah hadits dari Abu Raafi’ bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib :
  “Bahwasannya antara kamu dan ‘Aisyah nanti akan ada satu permasalahan”.

Ali bertanya : 
“Saya kah wahai Rasulullah ?”.

Beliau menjawab : 
“Ya”

Ali kembali bertanya :  
“Apakah saya orang yang celaka (dalam permasalahan itu) ya Rasulullah ?”.

Beliau menjawab : 
“Tidak, akan tetapi jika hal itu nanti terjadi, maka kembalikanlah ia (’Aisyah) ke tempatnya yang aman”.

Dan hal yang menunjukkan bahwasannya ’Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair tidak keluar untuk mengadakan peperangan (terhadap ’Ali), melainkan mereka hanya bertujuan untuk mendamaikan (perselisihan) di antara kaum muslimin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari jalan Qais bin Abi Haazim, ia berkata : 
“Ketika ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa sampai di sebagian perkampungan Bani ’Amir, tiba-tiba anjing-anjing (di tempat tersebut) menggonggong.”

Berkata ’Aisyah :  
“Perairan apakah ini?”

Mereka pun menjawab : 
“Al-Hauab”

Aisyah berkata :  
“Aku kira aku harus kembali pulang”.

Lalu Az-Zubair berkata kepadanya :  
“Tidak, bahkan engkau harus maju hingga manusia melihatmu dan (dengan itu) Allah akan mendamaikan (perselisihan) di antara mereka”.

‘Aisyah berkata : 
“Namun aku kira aku harus kembali, karena aku mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : “Bagaimana keadaan salah seorang di antara kalian apabila anjing-anjing menggonggong kepadanya ?”

Dan dalam riwayat Al-Bazzar dari Ibnu ’Abbas, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berkata kepada istri-istrinya :  
“Siapakah di antara kalian yang mempunyai onta adbab, lantas ia keluar (dengan mengendarainya) sehingga anjing-anjing Hauab menggonggong kepadanya. Banyak orang yang terbunuh di samping kanan dan kirinya, dan dia sendiri selamat setelah sebelumnya hampir terbunuh”

Ibnu Taimiyyah berkata :
 “Sesungguhnya ’Aisyah tidak keluar untuk berperang, melainkan dengan tujuan untuk mendamaikan kaum muslimin. Dia mengira bahwa keluarnya itu akan membawa kemaslahatan bagi kaum muslimin. Namun yang tampak olehnya setelah itu bahwa seandainya ia tidak keluar maka hal itu lebih baik. Oleh karena itu, jika ia teringat keluarnya (menuju Bashrah) itu, ia menangis hingga membasahi kerudungnya. Demikian pula halnya dengan kaum muslimin terdahulu, mereka merasa menyesal karena terlibat peperangan itu. Thalhah, Az-Zubair, dan ’Ali radliyallaahu ’anhum; mereka semua juga merasa menyesal.

Dan peristiwa Jamal itu pada mulanya tidak mereka maksudkan untuk berperang, akan tetapi peperangan itu terjadi di luar kehendak mereka. Ketika ’Ali, Thalhah, dan Az-Zubair saling berutus surat dan berkeinginan mencari kesepakatan untuk mencapai kemaslahatan, dan ketika mereka telah bertekad mencari pencetus fitnah pembunuh ’Utsman; ’Ali dalam keadaan tidak ridha dengan terbunuhnya ’Utsman dan tidak pula membantu membunuhnya sebagaimana diucapkan dalam sumpahnya :
“Demi Allah, aku tidak membunuh ’Utsman dan tidak pula berkomplot membunuhnya” 
sedang ’Ali itu orang yang jujur dan benar sumpahnya.

Maka, para pembunuh itu takut apabila ’Ali bersepakat dengan mereka untuk menangkap para pembunuh itu. Lalu, mereka menghasut askar Thalhah dan Az-Zubair. Kemudian Thalhah dan Az-Zubair mengira bahwa ’Ali telah menyerang mereka, lalu keduanya membela diri. Begitu juga ’Ali mengira bahwa mereka berdua telah menyerangnya, lalu ia pun membela diri. Maka terjadilah fitnah (peperangan) tanpa diinginkan oleh mereka.

Dan pada waktu itu, ’Aisyah sedang naik kendaraan (onta). Tidak ikut berperang, tidak pula memerintahkan berperang. Demikianlah yang dikemukakan oleh para ahli ma’rifah tentang sejarah”